Part 2
Senja, menguning melukiskan jingga di angkasa. Surya hendak kembali ke peraduannya, aku duduk termangu, di kursi teras rumah. Bagiku hening, padahal di jalanan berlalu lalang mobil dan motor. Mataku serasa pedih, rasa nya aku ingin terlelap. Namun, mata ini enggan untuk tertutup. Kuhela napas panjang sangat panjang, buliran air mataku menetes lagi. Hatiku sungguh hancur, rasa cintaku serasa padam bagaikan debu di terjang angin, hilang. Cinta yang mengakar, tidaklah mudah untuk di cabut, kenangan indah darinya bagaikan duri yang tertelan di kerongkongan, tak berwujud, namun sakit. Aku tersedu - sedu, semakin kuhentikan tangisku, malah kian mengalir air mataku.
Ibu duduk di sampingku, menyuguhkan secangkir teh dan pisang goreng yang masih hangat "makanlah, Ris.." kata ibu
Kuhapus air mataku "iya, buk. Nanti Risa makan" kataku
Ibu menatapku dengan tatapan yang meneduhkan "kamu nangis lagi" tanya ibu pelan, agar tidak menyinggung hatiku
Aku menggelengkan kepala "enggak buk.." air mataku malah keluar lagi, bahkan lebih banyak "ibuk... " kataku seraya terisak - isak. Ibu memelukku sangat erat, tangan lembutnya membelai punggungku "sabar, Risa. Ibu percaya kepadamu, biarlah isu itu menghilang dengan sendirinya" kata ibu, suaranya terdengar parau.
Aku bisa merasakan tetesan air mata ibu di ubun - ubun kulit kepala, kueratkan pelukanku, semakin kudekap tubuh ibu, kian buliran air mata ini tidak mau berhenti "ibuk, maafkan, Risa.." pintaku kepada ibu
Ibu mendekapku semakin kuat "ini bukan salah mu, nak. Anggap saja, ini ujian untuk keluarga kita" ucap ibu
Aku bisa merasakan dekapan ibu sangat membantu suasana hati. Walau mataku masih sembab, tetapi aku mulai bisa tersenyum. Tiba - tiba ada bunyi klakson dari luar pintu gerbang "Tet.. tet... tet.." suara motor berhenti di depan pagar, menunggu tuan rumahnya membuka. Ibu melepaskan pelukannya "siapa, Risa..?" Tanya ibu penasaran
"Enggak tahu, buk. Mungkin, Sari" jawab ku yang masih terisak - isak
Benar tebakanku, sebelum kubuka, dia sudah membukanya sendiri, menyelinap sambil melambaikan tangan kepadaku "hai.." serunya dengan cengengesan
"Masukkan motor mu, Sar" teriakku
"Ok.." sahutnya
Dia kecup tangan ibuku dengan sopan, kemudian memelukku dengan erat "ada apa, Sar..?" Tanyaku sambil melepas pelukan dari nya
"Agar, kamu tidak menangis lagi" jawab nya
Akupun tertawa, ini adalah tawa pertamaku setelah kejadian malam itu. Kami berdua pun duduk bersama di teras rumah sambil menikmati teh hangat dan pisang goreng buatan ibu. Kutatap wajah temanku lamat - lamat, dia pun balik menatapku "ada apa, kamu menatap ku terus - menerus, kagum dengan kecantikanku" kata Sari
Aku kembali tertawa "dasar, kepedean kamu.." kataku
"Kamu itu cantik kalau ketawa Ris, janganlah menangis lagi. Lupakan semuanya..." Kata Sari
Kuhela napas panjang sangat panjang "aku di putus secara sepihak oleh Baim, aku sudah ikhlas menerimanya. Dia mau menikah dengan Afi, teman dekat kita. Aku, juga rela. Tetapi, Ada satu perbuatan mereka yang enggan sekali kuampuni, dan kalau aku mengingatnya, air mata penyelasanku selalu membasahi pipi. Betapa teganya mereka memfitnahku. Katanya aku adalah perusak hubungan, merebut calon suami orang, teman makan teman, Risa si pelakor..." aku menangis lagi "lalu, mengapa mereka menyebarkan fitnah tentang ayah dan ibu. Kata mereka kepada orang - orang, ini adalah cara ayah agar bisa menghancurkan karir ayahnya Afi. Masalah ini, adalah masalahku. Ayah dan ibu tidak harus terkena imbas dari masalahku. Itu yang membuatku sedih, Sar"
Sari mendekapku begitu erat "Sabar, Ris. Untung kamu belum menikah dengan Baim. Ternyata, dia bukan laki - laki yang terbaik untukmu, Allah sedang membukakan petunjuk untukmu, agar kamu tahu bahwa dia bukan yang terbaik" Sari membelai rambut panjangku sembari menghela napas "kamu beruntung Risa, nasib mu lebih bagus daripada Afi"
"Maksud mu?" Tanyaku penasaran
Sekali lagi Sari menarik napas dalam - dalam lalu mengembuskannya "Afi hamil duluan"
Kuhapus air mata yang membasahi pipi "dengan Baim" tanya ku untuk memastikan
"Iya. Kemarin, ibu dari rumah Afi. Ibu banyak bercerita tentang nya yang sudah hamil duluan, 3 bulan. Selama kamu berpacaran dengan Baim, mereka sudah putus. Namun, Baim atau Afi masih sering berhubungan. Baim hanya ingin memanfaatkan mu, agar Afi terbakar api cemburu. Akan tetapi, Baim jatuh cinta beneran dengan mu. Di saat Baim mulai merasakan bunga cinta baru di hati, Afi mengabari kalau ia Hamil, dan Baim harus bertanggung jawab dengan menikah"
Hati ku semakin lebur, saat ku tahu faktanya aku hanya sebagai pelampiasan cinta "jadi, cinta ku sungguh - sungguh hancur sehancurnya, aku beneran mencintai Baim, Sar. Nyatanya dia hanya memanfaatkan ku. Jahat sekali dia.." kataku yang kembali berurai air mata "bagaimana ibu mu bisa tahu tentang semuanya" tanyaku di sela - sela tangisan
"Afi adalah saudaraku, kita masih ada ikatan keluarga. Kemarin, ibu pergi kerumah Afi, sebab ada rapat pra pernikahan. Sesampainya, ibu di sana. Baim ada di sana juga, Baim menghampiri ibu, dia tahu kalau Afi dan aku masih ada ikatan keluarga, lalu dia berlutut di hadapan ibu, lalu menceritakan kebenaran itu" jawab Sari
"Mengapa, dia tidak mengatakan kepadaku secara langsung?" Tanyaku
"Karena, untuk menatap mu ia tidak berani, Risa. Sangking bersalahnya dia kepada mu" jawab Sari
Sari menatap kedua mataku dalam - dalam "Baim anak yang baik, Risa. Timbulnya fitnah dan isu yang tidak benar adalah ulah dari Afi. Karena, ia takut kalau Baim akan kembali kepada mu"
Kuhela napas panjang, menatap wajah sahabatku dengan bekas air mata yang masih basah di kedua pipi "sungguh sial nasib percintaaku, Sar. Cinta pertamaku adalah mantan pacar temanku, ketika kami sudah saling jatuh cinta, kami harus putus, sebab ia menghamili mantannya yang dulu. Untuk mencegah benih - benih cinta itu tumbuh lagi, dia menyebar fitnah, agar menciptakan jarak antara kami. Oh Tuhan... miris sekali nasibku"
Bersambung...
Magelang, 15102019, 00:33
ODOP Batch 7
Komentar
Posting Komentar