Aroma ini kembali kucium, entah siapa pemilik parfum ini, wanginya mengikat indra penciuman. Bagaikan berdiri di tengah taman di kelilingi banyak bunga. Saat membuka mata, wanginya hilang, mungkinkah aku sedang bermimpi, namun baunya amat nyata. Ini sudah ketiga kalinya, aku mengendus aroma yang sama, akan tetapi wujudnya tak ada. Penumpang bus tidaklah sedikit, tidak mungkin mencari satu persatu hingga menemukan sumber baunya.
Aku sungguh penasaran siapa pemilik parfum ini. Melihat banyak para penumpang yang anteng - anteng saja membuat kian penasaran. Nuraniku mulai bertanya - tanya "apakah hanya aku yang mencium aroma ini, atau mereka juga merasakan hal yang sama namun cuek - cuek saja". Kusandarkan kepala dijendela kaca bus, mengedarkan mata keseluruh ruang bus mencari seseorang yang sedap dipandang "sejak kapan ada gadis bersurai panjang duduk dikursi sebelah" gumam hatiku
Lama kuperhatikan gadis itu, raut wajahnya sendu, kedua mata sembab terlihat barusaja menangis, ia memakai seragam putih abu - abu, dengan rambut panjang hitam legam terurai indah sepunggung, aku mematung menatapnya. Ia pun melemparkan senyum manis kepadaku "amboi gingsul giginya manis sekali, ditambah ada lesung pipit, tambag legit kayak gulali" kata hatiku.
Sebentar lagi bus akan berhenti dihalte selanjutnya. Sebelum turun, kusapa gadis itu dengan membalas senyumnya yang tadi. Namun, ia malah mengabaikanku dengan tetap menatap lurus kedepan. Ada perasaan jengkel dihati, karena ia begitu dingin. Akan tetapi saat kupandangi dia dari luar bus, ia meneteskan air mata, auranya terpancar ia sedang dilanda kesedihan yang amat dalam, entah mengapa hatiku menjadi kasihan.
Keesokan harinya, aku mendapat jam lembur dikantor, maka pulang dari kantorpun sudah senja, halte penuh sesak orang - orang yang ingin naik bus, dan segera bersua dengan keluarga. Banyak kendaraan berlalu lalang, namun tak ada yang searah dengan jalur pulangku. Mata mulai lelah, rasa kantuk mulai menyerang, akan tetapi tempat duduk sudah penuh "gak bisa tiduran dihalte, padahal ngantuk banget" gerutuku dalam hati
Saat mata ini hampir saja tertidur, seseorang menepuk bahuku sangat keras, hingga terperanjat kaget. Kutengok siapa pelakunya "Pandu, kamu itu selalu bikin kaget" kataku kesal
Dia malah tertawa terbahak - bahak "maaf, Do. Pelor sih kamu, nempel molor, bisa - bisanya, tidur kok sambil berdiri, kalau jatuh. Gimana..?"
Kuhela napas panjang dengan sedikit dongkol "tapi gak usah ngagetin, Pandu"
Lagi - lagi dia hanya menanggapinya dengam cengengesan "itu bus kita, jangan marah lagi"
Kami duduk di bangku berisi 3 orang, baris kedua dari belakang, Pandu bersandar dijendela sedangkan aku duduk ditepi bangku, bagian tengah kami biarkan kosong untuk wadah tas kami. Kutengok Pandu asyik memainkan gawainya, sesekali ia tertawa sendiri, entah apa yang membuatnya senyam - senyum. Ku hela napas panjang "kemarin gadis itu duduk disana, sekarang kok tak ada" kata hatiku
Lama kuamati bangku kosong itu, Pandu menepuk lenganku "kamu lihat apa?" Tanya Pandu penasaran
"Aku kemarin lihat gadis SMA duduk disana, dia nampak sedang merana. Aku penasaran, masalah apa yang membuatnya sesedih itu" jawabku
Pandu menarik lenganku, agar aku duduk didekatnya, dia berbisik "bangku itu selalu kosong, gak ada yang berani mendudukinya. Gak mungkin ada orang yang duduk disana"
Aku sedikit kaget mendengar penjelasan Pandu, namun aku masih tetap ngotot dengan pendapatku "Sumpah, Ndu. Kemarin aku lihat gadis itu disana, dia menangis" aku berusaha meyakinkannya.
Pandu melirik kebangku itu dengan sedikit ketakutan "katanya orang - orang sekitar, ada seorang gadis mati dibangku itu" bisik Pandu amat pelan
Kutengok lagi bangku itu "jangan - jangan, gadis itu adalah hantu" tiba - tiba bulu kudukku merinding, aroma itu kucium lagi "Pandu, kamu mencium sesuatu" tanyaku
"Bau apa sih, Do. Adanya Bau bus" jawabnya
Penumpang dalam bus kian sedikit, biasanya aku mudah sekali tidur. Namun, kali ini mataku tak mampu untuk terpejam. Kumainkan musik di gawai, earphone pun terpasang di telinga, alunan lagu sheila on 7 sedikit menenangkan suasana hati.
"Hiks... hiks... hiks.. " tiba - tiba ada suara tangisan dari handphone yang kupegang. Kulepas earphone dari telinga hingga terjatuh di lantai.
"suara siapa itu" hatiku bertanya - tanya. Dada menjadi sesak, deru napas kian memburu, keringat dingin mulai membasahi dahi, tanganku gemetar.
"Ini Do..." Pandu memberikan earphoneku "kamu sakit, kok pucat sekali wajah mu" tanya Pandu memastikan
Aku gelengkan kepala "enggak"
Halte tempat kami turun, akan sampai kira -kira 500 meter lagi, kutarik tangan Pandu agar segera mendekati pintu bus. Sebelum turun, kulihat gadis itu di bangku. Dia menatapku dengan pandangan yang kosong, dari matanya mengalir air mata darah. Napasku tercekat dikerongkongan, tangan gemetaran, keringat dingin membasahi tubuh, degup jantung kian memburu, saat bus berhenti dihalte,
Pandu berdiri di tengah- tengah pintu, kudorong tubuh nya agar segera keluar dari bus "ada apa sih, Do. Kamu dorong - dorong aku" bentak Pandu
"Ayo cepat turun..." kataku
Semenjak kejadian itu, aku izin tidak masuk kerja selama dua hari. Bayangan gadis berderai air mata darah, masih membekas dipikiran. Setiap malam aku tidur di kamar Pandu, gambaran betapa menakutkan wajahnya masih sering terlintas di pikiran. Namun, aku enggan menceritakan apa yang kulihat kepada Pandu, karena dia pasti akan menyebarluaskan, mulutnya ember. Ketika, Pandu bertanya perihal mengapa aku tidur dikamarnya, aku selalu berdalih saat sakit takut sendirian.
"Lho, udah sehat Do..?" Tanya Pandu, saat kami berpapasan akan berangkat kerja.
"Alhamdulillah, sudah.." jawabku
"Ayo berangkat bersama" ajak Pandu
"Naik apa...?" Tanyaku
"Ya buslah, seperti biasa.." jawabnya
"Aku mau naik ojek saja, Ndu.."
"Tapi, mahal lho kalau naik ojek"
"Tidak apa - apa"
"Lalu, pulang mu..?"
"Ya, naik ojek lagi"
Pandu menatapku lekat - lekat "gajimu bisa habis hanya demi naik ojek, Do"
Perkataan Pandu ada benarnya, kalau aku pulang pergi naik ojek, uang yang harus aku keluarkan 4 kali lipat dari naik bus. Kuhela napas panjang, sangat panjang "kebutuhan bulan ini cukup banyak, kalau aku sering naik ojek, bisa - bisa gajiku habis ditengah bulan" gumamku dalam hati
"Bismillah, naik bus saja" kataku
Meskipun hati belum tenang, pikiran masih sedikit takut kalau sewaktu - waktu gadis itu muncul lagi. Maka kuberanikan diri melangkah dihalte, menunggu bus hijau bergambar kuda di tanah lapang. Seperempat jam kemudian, bus tiba, semua orang terburu - buru masuk kedalam, aku mematung didepan pintu, bingung mau naik atau tidak "aku takut, Ya Allah. Bagaimana kalau gadis itu masih ada" batinku
"Mas, ayo.. kita mau jalan" teriak kernet bus
Meskipun hati meragu dan sedikit terpaksa, kumasuki bus dengan perasaan was - was, bibirku tak putus - putus untuk membaca doa, agar gadis itu tak muncul. Semua kursi telah penuh, kecuali kursi gadis itu, dan sebelahnya. Kuhela napas panjang "bismillah" gumamku sambil duduk
"Mas, kemarin kemana kok gak naik bus?" Tanya bapak kernet yang sudah hafal denganku
"Sakit pak..." jawabku
"Owh, saya kira kalau sudah kapok naik bus ini" katanya
"Tidak, pak" kuberi ia Senyum manis yang tersungging dibibir seraya membayar ongkos bus "bus ini satu - satunya kendaraan malam yang paling murah, pak. Kalau aku ingin ngirit, maka tak boleh bosan" batinku
"Jangan sakit lagi ya mas, nanti kursi ini bisa kosong lagi" pesannya
"Kalau saya sakit, gak ada yang duduk disini pak?" Tanyaku
"Gak ada yang berani mas, dua larik bangku ini selalu kosong" bapak kernet berbisik ditelinga "takut di ganggu oleh hantu wanita dibangku sebelah"
Setelah mendengar sekilas cerita darinya, rasa takut kembali menyelinap didalam sukma, deru napas kian tak teratur diiringi detak jantung yang memburu, keringat dingin mulai membasahi telapak tangan, dalam hati kubaca terus ayat kursi tanpa henti - henti sambil menutup mata. Aku tidak berani membuka mata, walau sekedar mengintip. Tiba - tiba bus berhenti, biasanya aku penasaran siapa penumpang yang barusaja naik, namun kali ini aku memilih untuk menutup mata, berpura - pura tidur.
"Nak, sudah tidur..?" Tanya seseorang yang telah duduk disampingku
Aku tetap pura - pura tertidur "aku gak mau buka mata, jangan - jangan orang ini juga hantu" kata hatiku
Dia memukul pahaku "jangan takut nak, aku manusia biasa" katanya diselingi dengan tawa
Kubuka mata, kuperhatikan kakek - kakek yang disebalah, dari ujung kaki hingga kepala, "kaki, tangan, wajah ada. Dia bukan hantu" gumamku dalam hati
Dia menyulut rokok lintingan sendiri, yang disimpan dalam saku kemeja, asapnya mengudara di ruang bus. Dikaca sudah tertera di larang merokok, namun kakek ini tetap melanggar. Selesai cerutunya habis, ia menepuk pahaku lagi "kamu lihat gadis yang duduk dibangku sebelah" tanyanya pelan
Aku sedikit terkejut, bagaimana kakek ini bisa tahu tentang apa yang terjadi padaku, padahal aku tak pernah mengatakan kepada siapapun "mbah, pernah lihat juga" tanyaku pelan
Dia menatapku lekat - lekat, namun dengan sorot mata yang sendu "pernah nak" lalu kakek itu menitikkan air mata
"Mbah kok nangis?" Tanyaku penasaran
"Mbah, ingat dengan Gita, cucuku" jawabnya dengan masih berurai air mata, ia pegang tanganku amat erat "gadis yang kamu lihat tempo hari adalah cucunya mbah yang sudah mati. Tepat 5 tahun yang lalu, ia mati dibus ini" katanya. Buliran air mata terus menetes hingga membasahi punggung tanganku "nasibnya sungguh sial, nak. Saat itu dia masih SMA, dia tumbuh menjadi gadis yang ayu, pandai dan sering membantu mbah bekerja di sawah. Banyak laki - laki yang menyukainya, namun ia selalu menolaknya dengan alasan ia ingin melanjutkan kuliah" mbah itu kembali terisak - isak hingga ia kesulitan napas "Bani anak juragan emas di daerah ini, menaruh rasa pada Gita, namun Gita menolaknya dengan alasan ia ingin fokus sekolah. Penolakan dari Gita membuat ia sakit hati" mbah itu mengambil napas panjang "ia bersama teman - temannya memperkosa Gita"
Perasaan iba mendengar kisah darinya, membuat ku sadar mengapa gadis itu selalu terlihat dirundung lara. Kubelai punggungnya "sabar ya mbah.." ucapku sembari menenangkan.
Dia menghapus air mata di pipi celungnya "ia mati dibis ini nak, bunuh diri, meminum racun tikus" katanya dengan suara yang masih serak. Mbah melanjutkan bicara lagi "Gita anak yang baik, dia tidak mau menjahili penumpang bus ini. Ia hanya ingin menunjukkan bahwa ia sangat sedih dengan apa yang telah menimpanya. Andai mbah masih kuat, kaya raya akan kutuntut Bani anak juragan emas, kuhukum seadil - adilnya. Nyatanya, mbah sudah tua renta, tidak punya apa - apa kecuali Gusti Allah dan nyawa..." Mbah itu kembali tersenyum walau matanya masih sembab "Mbah Kasiman, kamu bisa memanggilku dengan nama itu"
Halte tempat aku turun dari bus, sudah semakin dekat. Aku berpamitan kepada Mbah Kasiman, ia memelukku dengan erat "terima kasih nak, mau mendengar kisah dari mbah" katanya
Dari halte menuju rumah kontrakan, pikiranku tak tenang, hatiku sangat pedih, rasa iba, benci dengan keadilan yang tak didapat, marah dan kecewa, semuanya menjadi satu "Ya Tuhan, malang sekali nasib Gita dan Mbah Kasiman. Berikanlah mereka keadilan seadil - adilnya. Para penjahat itu tak hanya merenggut kesucian Gita, nyawa pun juga mereka rampas secara perlahan - lahan. Membuat lara hati yang mendalam bagi mbah Kasiman. Ya Allah, berilah kesabaran untuk Mbah Kasiman. Lahumul Fatihah Gita... " air mataku menetes sangking trenyuhnya hati.
#ODOP Batch 7
#Tantangan Pekan 7
Magelang, 27102019. 21.30
Komentar
Posting Komentar