Pagi itu, kulihat adik perempuan ku bermuka masam, berkali - kali dia menghentak - hentakkan kakinya. Bibirnya manyun, kedua alisnya bertautan, "hah...." dia mendengus kesal. Kadang ia juga mengomel sendiri, entah apa yang ia racaukan. Namun, aku bisa menangkap raut wajah nya sedang marah. Ku hampiri dia "Naya, kok belum berangkat sekolah?" Tanya ku
Dia menatap ku, dengan tatapan penuh kekesalan "semua ini, gara - gara Mas Bayu" jawab nya dengan ketus
"Lhooo.. memangnya, apa salah mas mu. Tiba - tiba, aku di marahi" tanya ku kebingungan
"Mas Bayu sih, sekolahnya mendadak libur. Naya kan, harus berangkat dengan anak pindahan. Aku gak suka.." jawab Naya dengan penuh kebencian
"Si Fika, dia anak baik, Naya. Dia, tidak mungkin menjahili kamu.." kata ku menenangkan Naya
"Tapi, aku tidak suka mas. Dia, datang ke desa ini, baru satu minggu mas, dan dia tidak pernah keluar rumah. Katanya, Susan dan Galih dia suka pukul orang" kata Naya tidak mau kalah
Ku hela napas panjang "itu fitnah, adikku. Kalau kamu belum mengenal dia dengan baik, darimana kamu bisa menyimpulkan jika dia suka pukul orang" kata ku menasehati Naya
Adikku masih tetap ngeyel tidak mau mendengarkan apa yang ku katakan. Ia malah memilih mempercayai perkataan kedua temannya, yang sama - sama belum mengenal si Fika. Kami pun adu mulut, tidak ada yang mau mengalah. Ibu datang menengahi kami, lalu Naya berangkat sekolah, bahkan dia tidak mau menatap wajahku. Apalagi Menyalami ku.
"Ada apa..? Kelihatannya kalian sedang bertengkar?" Tanya ibu kepada ku
"Naya, buk. Belum kenal dengan Fika, anak pak Hamid tetangga baru kita. Kok sudah mengatakan, kalau dia suka pukul orang. Itu kan, fitnah, buk. Aku nasehati dia, eh.. malah di ngambek.." jawab ku dengan sedikit kesal
Ibu tersenyum mendengar cerita ku "namanya juga anak kecil. Mungkin mereka masih malu - malu untuk saling mengenal" kata Ibu menenangkan ku
"Iya buk. Tetapi, yang membuat aku jengkel, mengapa dia lebih mempercayai perkataan Susan dan Galih. Jelas - jelas mereka tidak tahu faktanya.." kata ku yang terdengar masih ngeyel menyalahkan Naya.
"Nanti kamu ajak bicara baik - baik adik mu. Jangan marah - marah, dia itu masih kelas 4 SD, Bayu..." pesan ibu
"Baiklah, ibuk..." kata ku
Hari ini, aku libur. Karena, kakak tingkat ku kelas 9 SMP sedang UN. Jadi, aku libur untuk beberapa hari kedepan. Aku sangat senang, sebab aku bisa membantu ibu memanen cabe di sawah. Setelah, adik berangkat sekolah. Aku, dan ibu berangkat ke sawah. Sedangkan, Ayah pagi - pagi buta sudah pergi ke pasar untuk berdagang. Sepanjang jalan, aku bersandung riang, membuat ibu tertawa geli.
Sinar mentari menerobos sela - sela tanaman yang ada di sawah. Menyibakkan embun yang membasahi dedaunan, dan rumput yang ku injak. Menghempaskan rasa dingin, memberikan kehangatan. "Bayu, kamu tidak mau bermain dengan Anton. Mumpung, kamu libur lho..?" Tanya Ibu
"Malas buk. Tiap hari, sudah bermain dengan Anton. Bayu, ingin mencari pengalaman baru" jawab ku
"Ikut ibuk memanen cabe di sawah tidak mudah lho, kamu nanti kelelahan" kata ibu
Ku busungkan dada sambil ku tepuk - tepuk dada ku " Bayu Perkasa harus perkasa dong buk, seperti namaku"
Ibu terkekeh melihat ku "anak ibu yang perkasa, ayo kita memanen cabe" ajak ibu
"Ayoooo ibuk..." seru ku dengan penuh semangat
Waktu berjalan cepat bagaikan desingan peluru. Hari beranjak siang, matahari mulai meninggi, teriknya lumayan membuat peluh membasahi tubuh. Ku lihat ibu berulang kali memijit punggungnya karena terlalu lama merunduk untuk memanen cabe. "Ibuk, beristirahatlah. Biar Bayu yang merampungkan semuanya" kata ku
"Jangan memaksakan diri, Bayu. Nanti, kalau tidak selesai di lanjutkan besok lagi" kata Ibu
"Iya, ibuk.."
Ketika kami sedang asyik memanen cabe, ku dengar suara teriakan Naya dari kejauhan sembari berlari. "Mas Baaayuuuuuuuu" teriaknya dengan melambaikan tangan. Aku pun membalas lambaian tangannya. Dengan napas yang masih tersengal - sengal, dia mendatangi ku. "Kamu sudah tidak marah dengan, Mas" tanya ku
Dia mengambil napas dalam - dalam lalu mengembuskannya "tidak mas. Dan, ternyata benar apa yang Mas katakan, Fika bukan anak yang suka pukul. Dia, anak yang baik. Dan, suara nya bagus sekali, mas. Banyak penghargaan yang telah ia peroleh. Aku bangga padanya" jawab Naya
Aku tersenyum lebar, kemudian ku jitak dahi nya "makanya, jangan suka berprasangka buruk dan jangan terlalu percaya apa yang di katakan teman - teman mu kalau tak ada buktinya. Bisa - bisa malah menimbulkan fitnah, adikku"
"Iya, Mas Bayu. Aku minta maaf ya mas" kata Naya
"Iya, kamu sudah ku maafkan kok. Tetapi ada hukuman dari Mas Bayu untuk mu" kata ku dengan cengar cengir
"Apa mas..?" Tanya Naya penuh selidik
"Kamu harus membantu kami memanen cabe" jawab ku
Ku lihat ia merasa keberatan dengan hukuman ku, "kalau Naya capek hukuman itu aku cabut dech. Agar Naya bisa istirahat, tidur siang" kata ku
"Enggak Mas, Naya akan membantu Mas Bayu dan Ibuk. Karena, Naya tidak nurut dengan mas. Maka, aku pantas mendapat hukuman" kata Naya
Ku acungi dia jempol "adikku sudah dewasa, makin pintar" puji ku kepada nya
Kami pun bersama - sama memanen cabe di sawah. Hari libur tidak harus diisi dengan main - main saja, membantu ibu juga menyenangkan.
Magelang, 8102019, 22:58
ODOP Batch 7
Komentar
Posting Komentar