Besok lusa, kuputusakan untuk pulang lagi atas permintaan ayah. Kali ini ayah yang menjemput di bandara. Sudah lama aku tak melihat raut mukanya berseri - seri. Sepanjang jalan, bibirnya tersungging manis, entah apa yang membuatnya bahagia "ayah, senang sekali" kataku sambil menatap wajahnya yang sumringah
"Iya dong. Kan, putri ayah akan menikah" ucap ayah
Sampai dirumah ibu memelukku dengan erat, kesehatannya pun lebih baik daripada satu bulan lalu. Ekspresi ibu juga sama dengan ayah, berbinar - binar terpancar dari sorot matanya. "Ada apa ibu?" Tanyaku
Lengannya merengkuh kedua bahuku "sebentar lagi kamu akan menjadi pengantin" bisik ibu ditelingaku
Aku tersipu malu "dengan siapa bu, aku kan belum punya calon" ucapku malu - malu
"Lhooo.. ayah mu belum cerita tentang Rama"
"Rama siapa bu, aku gak kenal. Ayah juga gak cerita"
Ibu mendengus kesal "Rama adalah laki - laki yang akan menikahimu, nak. Dia, akan melamar mu besok lusa"
Setiap gadis saat mendengar kata melamar, dalam hati langsung membuncah bahagia, tetapi batinku malah resah. Disatu sisi aku masih menjalin hubungan dengan Baim, dipihak lain aku harus menerima lamaran seseorang yang tak kukenal sama sekali. Hari demi hari rasanya kian berat, apalagi ibu dan ayah selalu membahas tentang Rama. Rasanya seperti tak ada kesempatan untuk membicarakan Baim, kekasihku.
Kekasihku Baim, akan tetapi aku juga calon istri Rama. Andai aku mampu berpikir egois tentu Baim akan kupilih. Namun, aku ingat dengan prinsip pernikahanku "menikah tidak hanya menyatukan dua insan diatas pelaminan, akan tetapi juga dua keluarga besar menjadi satu". Hubunganku dengan Baim tidak akan pernah mendapat restu dari ayah dan ibu. Aku tak akan sanggup melukai hati mereka dengan kembalinya Baim dikehidupanku. "Aku harus putus dengannya lagi" nuraniku berkata
Lagi - lagi kami bertemu kembali di cafe yang sama seperti satu bulan yang lalu, hanya waktunya berbeda, dulu malam sekarang siang. Kali ini Sari lebih dulu datang, dan sudah memesan minuman dan makanan.
"Kamu sudah lama menungguku?" Tanyaku
"Lumayan.." jawab Sari
"Greentea ini untukku.."
"Iyalah. Kamu kan sukanya greentea"
Aku pun menyeruputnya hingga tersisa setengah "seger sekali, diluar panas banget, Sar.."
"Hubungan mu bagaimanaa dengan Baim?" Tanya Sari tanpa basa - basi
Kuhela napas panjang "mungkin putus lebih baik" jawabku
"Kapan kamu mau memutuskan dia?"
"Entahlah, Sari.."
Sari menatapku dengan pandangan sedikit kesal "jangan menggantungkan harapan Baim, kamu mau balas dendam, tiba - tiba meninggalkan dia"
Saat kami sedang serius membicarakan tentang permasalahanku. Tiba - tiba pramusaji cafe memberiku kertas lipat yang sudah dibentuk menjadi origami "ini untuk anda Nona" katanya
"Dari siapa?" Tanyaku kebingungan
"Dari tuan yang duduk disudut cafe, memakai kemeja putih" jawabnya
Kutengok laki - laki yang ditunjuk oleh pramusaji, dia melambaikan tangan padaku seraya melemparkan senyuman.
"Kamu kenal dengan orang itu?" Tanya Sari sedikit berbisik
"Enggak..." jawabku
"Tapi, dia tampan juga lhoo" kata Sari sambil menyeringai nakal "lihat wajahnya, bahu bidangnya, rahangnya kuat, hidungnya mancung, bibirnya sexy, janggutnya Ris bikin geli, bulu matanya lentik, duh paket komplit gantengnya" puji Sari
Aku terkekeh geli melihat kecentilan Sari curi - curi pandang pada laki - laki itu "jadikan gebetan saja, siapa tahu berjodoh"
"Eh, buka kertas itu. Siapa tahu ada nomornya.." kata Sari penasaran
Kubuka kertas tersebut pelan - pelan agar tak robek "Ramadhan Karim" dua kata yang tertera didalamnya.
Bersambung
#ODOP Batch 7
Magelang, 27102019
Komentar
Posting Komentar