Januari 2019, awal dari perjalanan ku merintis Mutiara. Semuanya berawal dari seorang tetangga yang mengeluh kepadaku. Kami bertemu di penjual sayur, dekat rumah ku. Banyak hal yang diutarakan olehnya, perihal anaknya yang sulit belajar, kadang tidak mau belajar dan hanya bermain handphone saja.
"Mbak, dahulu pas di Blitar, ngajar di bimbel ya. Saiki buka les disini saja mbak..." usul tetanggaku
"InsyaAllah buk.." kata ku
"Nanti, anak saya tak suruh les kerumahe sampean ae mbak. Biar dia mau belajar gal hapean saja" imbuh nya lagi
"Enggeh buk, kelas berapa buk..?" Tanya ku
"Kelas 8 SMP mbak, materine sulit mbak, aku gak sanggup mengajarinya" jawab nya
"Enggeh buk, mangke nek anake ibuk purun les, kulo tunggu di rumah" kata ku
"Namanya Neiska, mbak.." ucap tetanggaku dengan tersenyum bahagia
Setelah pertemuan itu, beberapa hari kemudian tetanggaku datang bersama anaknya, Neiska. Kulihat ia malu - malu, akan tetapi pandangannya penuh dengan rasa penasaran. Aku pun tersenyum manis kepadanya "Neiska ya, kelas berapa?" Tanya ku untuk mencairkan suasana
"8 mbak.." jawab nya
Perbincangan kami pun berjalan lancar, membahas kurikulum apa yang akan di terapkan, mata pelajaran apa saja yang akan di pelajari, berapa kali dalam satu minggu dan berapa biayanya. Sesudah kami bernegosiasi cukup lama, akhirnya kami mengambil satu kesepakatan yakni lesnya 4 kali dali seminggu, mata pelajaran UNAS dengan biaya satu kali pertemuan 15 ribu.
Seusai Neiska pulang dengan ibunya. Suami menghampiri ku "dek, bisa bicara sebentar" ajaknya
"Ada apa, mas..?" Tanyaku
"Kalau mereka jadi les, di niati membantu mereka. Jangan hanya mengejar rupiah saja, nanti gak barokah rezekinya. Di niati juga untuk membantu anak - anak disini, agar suka membaca buku daripada bermain game di handphone" jawab nya
"Siap mas..." kata ku penuh semangat
Suami merengkuh kedua bahuku "mula - mula membuka bimbel, lalu nanti mendirikan rumah baca ya.." usul suamiku
"Okay mas" seru ku
Pertemuan pertamaku dengan Neiska dan Tessa, tidaklah mudah. Kami masih malu - malu, kadang aku juga gugup saat melihat materi mereka. Sebab sudah lama aku tidak mengajar di bimbel. Akan tetapi niatku sudah bulat, jadi aku harus bersemangat dan berpikiran optimis agar bisa membantu mereka. Peralatan yang kugunakan untuk mengajari mereka pun juga sangat minim. Karena, kami masih mengontrak rumah dan semuanya masih serba sederhana.
Sering kulihat mereka memijit punggung, namun mereka nampak malu untuk mengatakan mejanya kurang nyaman. Akhirnya, setelah aku menabung, aku bisa membeli meja untuk mereka. Fasilitas pun bertambah seiring dengan banyaknya anak yang les di bimbel ku. Rasa syukur atas di berikannya kelancaran pada usahaku, kami bersepakat untuk membuat rumah baca Mutiara.
Walau koleksi buku kami hanya sedikit, sekitar 10 sampai 20 eksemplar, tetapi kami percaya "suatu saat nanti 20 buku ini akan menjadi 2000 buku, bahkan lebih. Asalkan, niat baik selalu tertanam di hati" Memang membangun rumah baca tidaklah mudah, banyak hal yang harus di perjuangkan. Dari segi biaya dan fasilitas tidaklah murah, akan tetapi kami sudah membulatkan tekad, ini adalah sedekah kami atas limpahan rahmat dari Tuhan selama ini "sebagai tabungan akhirat kami".
Alhamdulillah, sekarang murid bimbel ku sudah sekitar 20 sampai 25 anak, terdiri dari anak SD dan SMP. Semua ini berkat dari "getok tular emak emak berdaster" maka dari itu bimbelku mampu berjalan sampai sekarang "alhamdulillah tanpa cetak pamflet atau brosur, dengan kuasa Allah, ngalir githu saja".
Anak - anak yang datang kerumah semakin banyak, maka permintaan mereka pun juga kian banyak. Dikala ada tugas bahasa indonesia atau mata pelajaran lain, tak jarang mereka bertanya, "mbak .. punya buku cerpen?", "mbak .. punya kamus bahasa inggris,,?", "mbak punya buku pepak bahasa jawa ... ?". Kami pun mengusahakan dengan semampu kami, kadang suami meminjam kamus di perpustakaan tempatnya bekerja, kadang saya meminjam dari TBM yang lumayan jaraknya dari rumah. Kami trenyuh kala semangat belajar mereka tak dibarengi dengan buku yang mereka butuhkan, keterbatasan inilah yang menggugah hati kami untuk mendirikan rumah baca dan memfasilitasi mereka dengan buku-buku yang mereka butuhkan.
Tak hanya anak les, target kami ialah membudayakan baca sejak dini, hal ini kami tularkan kepada anak-anak kecil sekitar rumah. Karena di kampung ini dekat dengan sebuah kantor, dan kebetulan menyediakan akses free wifi. Saat melihat orang dewasa nongkrong sambil wifian, itu suatu hal yang lazim. Akan tetapi hati kami trenyuh saat melihat anak-anak kecil asyik sendiri dengan gawainya. Pernah suami mendekati salah satu anak yang sedang asik mengakses wifi, dia masih kecil, kelas 1 SD. Sedikit demi sedikit suami mengenalkan dia buku bacaan yang menarik sesuai dengan usianya. Dan dia merespon baik, Alhamdulillah, beberapa anakpun sekarang suka datang ke rumah membaca buku seadanya. Kami senang jika anak-anak asyik membaca buku daripada hanya bermain dengan gawainya. Kami ingin ikut membangun budaya baca di lingkungan kecil kami, target kedepan dengan bertambahnya koleksi, semakin banyak minat anak - anak di sekitar rumah untuk membaca. Kian bahagia kala anak - anak di lingkungan kami semakin berliterasi, dan mimpi besar kami agar budaya baca sejak dini di terapkan dalam masyarakat, akan tercapai.
Tidak hanya bergerak dalam hal berliterasi, kami juga mempunyai dua projek besar di masyarakat yakni Bank Sampah Mutiara dan Sedelah ATK. Untuk saat ini, kami masih memfokuskan kepada rumah baca Mutiara dan Bimbel Mutiara. Dan, Kami terus berdoa dan berusaha agar dua projek kami ini segera terealisasikan, memang tidak mudah, namum kami percaya, Allah akan memudahkan setiap niat baik hamba - Nya.
Magelang, 16Oktober2019, 22:18
ODOP Batch 7
Semangaat Mak Panda๐๐ช
BalasHapusWaah..serunya mbak..bisa berbagi ilmu semoga berkah ya mbak..
BalasHapusSemoga dimudahkan dan dilancarkan niat baiknya oleh Allah ya mba ๐๐
BalasHapusGood Luck Mutiara! ❤️ Keep inspiring
BalasHapusWah inspiratif sekali
BalasHapusSemangat mbak,, berjuang di literasi sama halnya dengan membangun peradaban ๐๐
BalasHapus