Langsung ke konten utama

Ternyata (Part 5)

Part 5

Biasanya kesibukanku amat banyak, pagi sampai malam kugunakan untuk mengajar para mahasiswa. Sengaja mengambil banyak jam, karena tidak mau memberi waktu longgar sedikitpun. Sekarang, aku mengambil cuti satu minggu, hari pertama dan kedua begitu menikmati, ketiga dan keempat mulai bosan dengan rutinitas yang ada. Tepat hari kelima sahabat ku Sari mengajak ketemuan di salah satu cafe. Aku langsung menyanggupi tanpa berpikir panjang.

Cafe dekat pusat perbelajaan di lingkungan taman kota, tempat yang kami sepakati. Aku datang lebih dulu, memilih duduk di lantai dua, kursi dekat dengan jendela adalah pilihanku, sebab menatap bangunan kota diwaktu malam ibarat menengok pantulan bintang. Satu Gelas Caffelatte datang dengan sepiring singkong goreng keju diantar oleh pramusaji.

"Risaaaaaa...." teriak Sari dari tangga, dengan napas ngos - ngosan ia menghampiriku "3 tahun kita tak berjumpa, akhirnya kita bisa berkumpul lagi" serunya
"Duduklah dulu.." pintaku
Sari mengatur napas "bagaimana kabar mu, ibu dosen..?" Tanya Sari
"Alhamdulillah baik, ibu manager" jawabku
Kami terkekeh bersama, orang - orang sekitar kami menatap dengan pandangan yang kurang suka mendengar gelak tawa kami "ah bodo amat" batinku. Sudah lama tidak bersua, duduk bersama, bercerita sambil makan singkong keju, membuat kian betah. Ditambah curahan hati tentang banyak hal menjadi bumbu perbincangan semakin menarik. Tanpa di sadari satu gelas coffelatte telah habis ku minum, Sari tersenyum "kalau minuman sudah habis, waktunya kita pulang" kata Sari
Kuhela napas panjang "sebentar lagi ya, please.." pintaku padanya
"Baiklah, mumpung kamu lagi pulang kampung" gumam Sari

Cafe mulai sepi, sebagian orang sudah pergi, tersisa beberapa orang saja, kutengok pramusaji sering menatap kemeja kami, seolah - olah ia mengisyaratkan bahwa cafe akan tutup. Jam di dinding menunjukkan pukul setengah 11 malam, papan besar di depan pintu kaca cafe tertulis jam 11 malam akan tutup. "Kamu gak mau pulang.." ajak Sari
"Tunggu sampai tutup ya.." rengekku
Sari menghela napas "okay, no problem.."
Hampir 15 menit kami mematung menatap layar gawai, Kulirik Sari senyum - senyum sendiri saat ia mengetik pesan, sedangkan aku hanya membaca portal berita.

Waktu menunjukkan jam 11 kurang 10 menit, kuakhiri keheningan kami dengan menceritakan pertemuanku dengan Baim tempo hari "Sar, kemarin tanpa sengaja aku bertemu Baim" kataku
Sari langsung meletakkan gawainya diatas meja dan menatapku lekat - lekat "Serius... Dimana..? Kapan..? Kok gak cerita dengan aku..?" Tanya Sari penasaran
"Pas di bandara, gak ada yang bisa menjemput, terpaksa naik taksi. Ternyata, dia sopir taksi yang kunaiki. Bukannya aku gak mau cerita kekamu, hanya nunggu kita bertemu seperti sekarang ini" jawabku
"Lalu...?" Sari masih merasa belum puas dengan jawabanku
"Ya sudah, dia mengantarku, lalu kita berpisah. Gak ada kelanjutannya"
Sari memicingkan mata "kalian tidak janjian untuk bertemu kan atau kalian mau CLBK lagi" kata Sari penuh curiga
Kugertakkan gigi geraham, mendengus kesal, aku tidak menyangka kalau Sari mempunyai pikiran yang picik tentangku "kamu sangka aku pelakor" ucapku geretan
"Dia kan sudah duda, barangkali kamu mau pendekatan dengannya lagi" sahut Sari

Bersambung...

ODOP Batch 7
Magelang, 24Oktober2019, 13:48
Cerbung Makpanda 🐼

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Novel Dilanku Tahun 1990

Dilan Dia adalah Dilanku Tahun 1990 adalah Judul dari novel karya Pidi Baiq. Di novel ini penulis menceritakan seorang perempuan bernama Milea Adnan Husain yang menjadi tokoh aku dalam cerita ini. Semula tinggal di Jakarta kawasan Slipi, tetapi dia bersama keluarga harus pindah ke Bandung kawasan Buah Batu. Di dalam novel ini menceritakan kisah cinta antara Milea dan Dilan. Semuanya berawal saat Milea yang baru saja pindah ke kota Bandung. Latar waktu cerita ini diambil pada tahun 1990 di Bandung. Semula Milea menetap di Jakarta dan kemudian ia pindah bersama dengan keluarganya di Bandung. Bersekolah di salah satu SMA Negeri yang ada di Bandung. Di sekolah inilah awal mula bertemunya Milea dan Dilan, lewat berbagai ramalan - ramalan yang di ucapkan Dilan kepada Milea. Walaupun Dilan terkenal dengan anak yang nakal sering di panggil guru BP, anggota geng motor, akan tetapi dia mampu memberikan perhatian yang lebih kepada Milea. Lewat cara yang unik membuat Milea jatuh hati pada Dilan...

Ulasan Cerpen "Kerinduan Terakhir"

Tugas mengulas cerpen "Kerinduan Terakhir" ini merupakan tugas pertama saya di kelas fiksi. Setelah dua bulan lamanya di godok dalam ODOP Batch 7, lalu  memilih kelas kelas fiksi.  Membaca karya - karya orang yang sudah mumpuni dalam bidang Sastra dan fiksi membuat termotivasi dalam dunia menulis. Salah satu tulisan yang saya ulas ialah milik dari Pakdhe Winarto Sabdo yang diposting di ngodop.com  http://www.ngodop.com/art/26/Kerinduan-Terakhir Cerita ini menceritakan tentang kerinduan kekasih kepada pujaan hatinya, yang merantau di luar kota, untuk bekerja. Yatijo sangat mencintai Arimbi, begitu juga sebaliknya. Namun, tatkala Arimbi harus bekerja keluar kota meninggalkan desa, karena diajak oleh Narni, Yatijo menjadi cemas. Takut kalau kekasih hatinya tak akan pulang lagi ke desa dan melupakannya. Sebelum Arimbi berangkat ke kota, Yatijo terus saja mengingatkan agar mengirimkan pesan, dan Arimbi berjanji akan mengirim surat pada kekasihnya. Akan tetapi, Arimbi melupa...

Merantau Itu Asik

Tantangan pekan akhir ODOP Batch 7 Tantangan ke 2 Biografi teman dari ODOP Januar Atiqoh, salah satu peserta ODOP Batch 7, dari Group Kairo. Wanita cantik nan manis kelahiran Yogyakarta, 29 tahun yang lalu tepatnya pada bulan Januari. Oleh karena itu kedua orang tuanya memberikan nama Januar padanya, sebagai penanda akan kelahirannya. Atiq, panggilan yang sering disapa orang - orang untuk mengenalnya. Ada sedikit cerita, di balik nama sapaanya, dulu kala sejak kecil ia di panggil Tika oleh keluarganya, beranjak memasuki TK (Taman Kanak Kanak) ia dipanggil Atiqoh. Masa - masa SMA banyak yang menyapanya dengan sapaan Tinyoh. Ketika memasuki jenjang perkuliahaan sebutan namanya pun berganti menjadi Atiq, hingga saat ini. Sejak usia dua tahun, hidup menjadi anak rantau telah ia cecap, Slawi - Tegal, Jawa Tengah tempat rantau yang di tuju. Tanpa kerabat yang dikenal, ia bersama keluarganya membangun asa di sana. Merantau didaerah orang, tidaklah semudah berjuang dikampung halaman...