Langsung ke konten utama

Ulasan Cerpen "Kerinduan Terakhir"


Tugas mengulas cerpen "Kerinduan Terakhir" ini merupakan tugas pertama saya di kelas fiksi. Setelah dua bulan lamanya di godok dalam ODOP Batch 7, lalu  memilih kelas kelas fiksi.  Membaca karya - karya orang yang sudah mumpuni dalam bidang Sastra dan fiksi membuat termotivasi dalam dunia menulis. Salah satu tulisan yang saya ulas ialah milik dari Pakdhe Winarto Sabdo yang diposting di ngodop.com http://www.ngodop.com/art/26/Kerinduan-Terakhir

Cerita ini menceritakan tentang kerinduan kekasih kepada pujaan hatinya, yang merantau di luar kota, untuk bekerja. Yatijo sangat mencintai Arimbi, begitu juga sebaliknya. Namun, tatkala Arimbi harus bekerja keluar kota meninggalkan desa, karena diajak oleh Narni, Yatijo menjadi cemas. Takut kalau kekasih hatinya tak akan pulang lagi ke desa dan melupakannya. Sebelum Arimbi berangkat ke kota, Yatijo terus saja mengingatkan agar mengirimkan pesan, dan Arimbi berjanji akan mengirim surat pada kekasihnya. Akan tetapi, Arimbi melupakan janjinya. Dia terlena oleh kehidupan mewah kota. Uang, kecantikan dengan mudah didapat dengan jalan yang hina, menjual harga diri. Bahkan, ia telah menjadi primadona para lelaki hidung belang. Demi uang pula, rela menjadi istri simpanan pejabat yang kaya raya. Tuhan, mediang kedua orang tua, nenek dan Yatijo tak pernah diingat lagi, hidup dengan kesenangan duniawi. Disaat Arimbi di puncak kejayaan dengan harta yang melimpah ruah, Tuhan menegurnya, dia terkena HIV/AIDS. Sungguh indah cara Tuhan menyadarkan Arimbi agar kembali ke jalan yang lurus.

Sedangkan Yatijo, laki - laki setia yang tak pernah mengingkari janjinya dan selalu menunggu kedatangan Arimbi. Orang - orang desa pun telah mengganggapnya gila karena terlalu setia kepada Arimbi. Sebab dia jual semua sapi demi membangun rumah untuk Arimbi, menyalakan lampu rumah, menunggu di tepi jalan raya, kebiasaan yang tak pernah ditinggalkan, semua dilakukan untuk Arimbi. Wajah dan tubuhnya pun kian hari tidak terurus, kurus dengan jenggot dan kumis yang berantakan dan mulai memutih, namun tidak ia pedulikan.
Dan, rindu itu terbalas tatkala Arimbi pulang ke desa, setianya terbalaskan dengan kematiannya di pangkuan Arimbi.

Dalam cerpen ini menyajikan dua tokoh utama, yakni Yatijo dan Arimbi. Dan, beberapa peran pembantu seperti Narni, penduduk desa, nenek, dua asisten rumah tangga. Menurut saya, memfokuskan pada dua tokoh utama sudah cukup dan penokohan mereka kuat, jadi tidak perlu diberi komentar.

Latar tempat cerpen ini diambil dibeberapa tempat, didesa, kota Surabaya, sawah, rumah, pasar kecamatan, delman, kota kabupaten dan komplek lokalisasi. Menurut saya, latar yang direpresentasikan penulis sangat mudah diterima oleh pembaca.

Alur dalam cerpen ini ialah maju mundur. Yang mana tidak membuat pembaca bosan. Menurut saya, alur maju mundurnya pas, tidak berlebihan dan pembaca tidak perlu mengulang - ulangi lagi untuk membaca agar mengikuti jalannya cerita.

Sudut pandang yang digunakan penulis, adalah sudut pandang orang kedua dan orang ketiga. Dalam cerpen ini, saya bisa merasakan bagaimana rindunya Yatijo pada Arimbi. Saat penulis menceritakan bagaimana kisah cinta mereka di desa, saya seolah - olah menjadi Arimbi yang dicintai dan diperhatikan oleh Yatijo.

Ejaan Bahasa Indonesia, menurut saya penerapan EBI dalam cerpen ini sudah bagus. Kalau ada salah sedikit, mungkin hanya salah ketik.

Amanat yang bisa diambil dari kisah ini, Jangan menyia - nyikan orang yang sungguh - sungguh mencintai, saat kehilangan barulah terasa merana. Penyesalan selalu datang di belakang, karena Arimbi yang tenggelam dalam hingar - bingar duniawi, hingga melupakan orang yang mencintainya dengan tulus. Saat sadar akan cinta Yatijo, namun kematian malah menjemput kekasihnya. Pernikahan dan impian mereka saat masih menjalin cinta sirna seketika. Dan, Kekayaan yang diperoleh dengan cara yang salah, hanyalah tipu muslihat duniawi.


#ODOP Batch 7
#KelasFiksi
#UlasanCerpen

Magelang, 17112019, 06:34

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Jangan Sakiti dan Sayangi Aku"

  Dikala senja menyapa, mata ini enggan untuk beranjak ke lain tempat karena memang pesona pegunungan tampak sangat nyata. Embusan angin membuat suasana menjadi semakin sejuk. Aku dan suami memilih waktu sore untuk mengunjungi festival ini, karena memang kami berburu view sore hari. Alhamdulillah, kami mendapat tempat yang lumayan strategis, dengan suasana yang sungguh sungguh kami inginkan.   Ya festival yang kami kunjungi ialah Festival Kuliner di Bakorwil Museum BPK Kota Magelang. Hampir setiap tahunnya selalu di selenggarakan dan terbilang sukses menarik para pengunjung. Kami pun selalu menyempatkan waktu untuk mengunjungi festival ini, karena memang makanan yang di tawarkan sangat bervariasi, dengan harga yang bermacam macam. Pemandangan yang apik pun bisa di nikmati oleh para pengunjung, karena berlatarkan kokohnya gunung Sumbing, deretan rumah warga, dan beberapa ekor rusa yang di lindungi.     "Subhanallah bagus banget ya mas, walau hanya gunung dan dataran

Dunia Itu Memang Sempit (Part 6)

Part 6 "Baim duda, mereka bercerai..?" Tanyaku untuk memastikan perkataan Sari yang barusaja kudengar Sari menutup mulutnya "aku keceplosan Risa. Bagaimana ini..?" Gumamnya lirih "Maksudnya.." aku semakin bingung dan penasaran dengan fakta yang ditutupi oleh nya "Sar, ada apa..?" Tanyaku lagi Sari menghela napas panjang, sangat lama "Afi sudah meninggal, tepat setelah ia melahirkan Melani putrinya. Sejak saat itu, Baim menduda. Dia membesarkan Meimei sendirian, dia rela meninggalkan pekerjaan yang sudah lama ia geluti, demi anaknya. Sampai sekarang aku belum mendengar kalau ia akan menikah lagi" jawab Sari Kedua mataku berkaca - kaca, meneteskan buliran air mata "mengapa kamu tidak menceritakan kepadaku..?" Tanyaku sembari terisak - isak Sari memberiku tisu "ini permintaan dari keluargamu. Tante Irma tidak ingin membuka luka lamamu lagi" Jawab Sari Aku kian tersedu - sedu "Afi adalah teman kit

"Balkondes Ngadiharjo"

    Hari minggu ini, rutinitas seperti minggu-minggu yang lalu, belanja pagi bareng anak dan suami di Pasar Borobudur, pasar yang selalu ramai terletak persis di seberang gapura selamat datang Candi Borobudur, Magelang jawa tengah. Kebutuhan harian selama seminggu kedepan adalah daftar belanjaan wajib yang tak boleh kami lewatkan, tak lupa buah pisang untuk si kecil "Kamila" dan jeruk nipis untuk seduhan hangat di malam hari.   Setelah kami selesai berbelanja, suami berbisik kepada ku "dek, ke Balkondes Ngadiharjo yuk" aku pun langsung menyetujui tanpa berfikir panjang. Perjalanan menuju Balkondes tidaklah mudah, kami harus melewati jalan tanjakan dan tikungan. Tebing yang tinggi, hamparan sawah nan hijau, di tambah eloknya pemandangan bukit Menoreh, kian memanjakan mata "Subhanallah... dari dulu sampai sekarang belum berubah mas pemandangannya" kata ku    Cuaca sedikit mulai panas, namun tidak mengurungkan niat kami untuk berjalan jalan d