Tantangan Minggu akhir ODOP Batch 7
Cerbung 5 Episode,
Episode ke 5 Ending
Hari ini ayah libur, sejak pagi buta kuajak ayah jalan - jalan di taman kota sembari menikmati udara pagi yang masih segar. Ayah tampak begitu semangat, raut wajanya sumringah, berulang kali ayah menatapku sambil melempar senyum manis. Semenjak lamaranku dengan Rama, ayah jarang sekali terlihat murung, hari demi hari selalu dipenuhi dengan gelak tawa. Kutengok ayah mulai lelah berjalan mengelilingi taman "ayah, istirahat ya.." ajakku
"Okay.. di bangku sana ya" tunjuk ayah pada bangku taman yang masih kosong
Kami duduk berdua sambil melihat sinar mentari yang mulai keluar dari peraduan. Embun embun di daun pun berguguran ditanah, terkena pancaran sinar surya.
Cahaya matahari menelisik diantara ranting pohon, membuat kawananan burung saling berkicau merdu. Kupeluk tubuh tambun ayah dengan manja "Risa, kangen ayah" ucapku lirih
Ayah membelai rambut panjangku "tiap hari ketemu, masih kangen" kata ayah
"Sudah lama, aku tidak memeluk ayah, bermanja - manja pada ayah" kataku dengan manja
Ayah terkekeh "ayah juga merindukan saat seperti ini, nak. Sudah lama kamu tidak pulang kerumah, andai saja ayah melindungi lebih baik lagi, kejadian 5 tahun yang lalu pasti tak akan terjadi"
Kudekap ayah makin erat "maaf ayah.." ujarku lirih
Ayah mencium ujung kepalaku "bukan salah mu, nak. Baim bukan laki - laki yang baik. Sampai saat ini, ayah tak sudi menatapnya" kata ayah dengan dongkol
Kusandarkan kepala didada ayah, mendengar detak jantungnya, mencium aroma parfum yang begitu khas dari dulu, "ayah sangat membenci Baim, bagaimana aku menceritakan hubungan kami. Aku takut kesehatan ayah akan bermasalah lagi saat mendengar namanya kusebut" gumam hatiku
Ku hela napas panjang amat panjang "ayah, dua bulan ini aku menjalin cinta lagi dengan Baim. Bahkan saat inipun kami belum putus" kataku dengan lirih.
Dalam hatiku, tak henti - hentinya merapal doa agar amarahnya tak meluap - luap.
Lama kuamati raut wajahnya, diam mematung sembari menatap jauh kedepan tanpa berujar, membuatku kian was - was.
Ayah membelai punggungku dengan lembut "ayah sudah tahu hubunganmu dengan Baim" kata ayah
Kini, aku yang termenung, dalam benakku banyak pertanyaan yang menari - nari tanpa menemukan jawaban "dari mana ayah tahu, mengapa ayah diam saja..".
Ayah menghela napas panjang "saat ayah akan pergi menghadiri rapat, tanpa sengaja ayah melihat kalian berdua jalan bersama. Diam - diam ayah menyelidiki hubungan kalian. Kalau kamu meminta restu ayah, tidak akan pernah kuberi" ayah mengatakannya amat tegas
Ayah memegang kedua bahuku begitu kuat hingga terasa ngilu "Rama anak yang baik, ayah percaya padanya bukan tanpa alasan, nak. Ayah pun sudah sholat istikharah bersama ibumu, hasilnya baik. Untuk memastikan lagi agar hati kami lebih mantap, Ustadz Abdul pun kami mintai tolong untuk memberikan saran, dan hasilnya baik juga. Oleh karena itu, ayah yakin Rama laki - laki yang baik untukmu"
Mendengar nasehat ayah, buliran air mata menetes, kuhamburkan tubuh didekapan ayah.
Semenjak percakapanku dengan ayah tempo hari, hati ku kian yakin untuk memilih Rama sebagai suami. Pada saat kami bertemu beberapa hari yang lalu, aku pun menceritakan semuanya kepada Rama, tentang hubunganku dengan Baim. Dia, memintaku untuk sholat istikharah, aku pun sudah melakukannya, jawabannya Rama lebih baik daripada Baim. Setelah aku yakin dengan petunjuk dari Allah kutelpon dia, kukatakan kepadanya tentang mimpiku, dan dia pun menyambut dengan tawa bahagia yang bisa kudengar "mimpi kita sama, InsyaAllah berjodoh" katanya
"Aaaamiin... " seruku kegirangan lalu aku pun menanyakan tentang mimpinya
"Rama, boleh aku tahu tentang mimpimu. Please ceritakanlah.."
"Boleh. Dalam mimpiku, aku berdiri dipersimpangan jalan, termenung seperti bingung hendak kemana, kamu melambaikan tangan kepadaku sambil memakai kerudung hijau, aku berlari kearahmu, dan kamu mengajakku berjalan - jalan mengelilingi indahnya taman bunga, tiba - tiba..."
Kupotong perkataan Rama dengan versi mimpiku "tiba - tiba suara adzan berkumandang, dan kita sholat berjamaah" kami pun tertawa bersama. "Subhanallah, mimpi kami sungguh - sungguh sama" kata hatiku
Akhir minggu, pas nya hari Sabtu malam Minggu, aku ajak Baim bertemu disalah satu cafe biasanya kami bertemu, duduk di tepi jendela kaca merupakan tempat yang paling kusukai sebab menatap orang berlalu - lalang, sembari melihat gemerlapnya kota menambah suasana hati kian bahagia. Kulihat Baim memasuki cafe dengan sumringah, bersiul - siul sambil memainkan kunci, dia terkejut saat melihat mahkotaku terbungkus rapi oleh kerudung "sejak kapan kamu berkerudung" tanya Baim
"Satu minggu ini" jawabku
"Mengapa..?" Tanyanya lagi
"Seorang muslimah harus menutup aurat" jawabku
Entah mengapa suasana diantara kami menjadi canggung dan kaku, biasanya Baim sering bercerita tentang banyak hal, namun kali ini dia lebih banyak diam. Sayup - sayup alunan lagu Pamit dari Tulus kurasa sangat cocok untuk menggambarkan suasana hatiku "dulu di cafe ini, saat hatiku galau harus memilih antara Baim dan Rama, tembang yang dimainkan miliknya Terry harusnya kau pilih aku, sekarang aku sudah memilih, dan ingin mengakhiri hubunganku dengan Baim diiringi melodi pamit dari Tulus" batinku.
Saat berakhirnya langgam, kutatap Baim yang masih asik bermain dengan gawainya "ini untuk mu" kataku sembari menyerahkan kartu undangan
"Apa ini?" Tanya Baim penasaran
"Kartu undangan pernikahan" jawabku
Jari - jemari Baim bergetar saat membukanya "kamu balas dendam, tiba - tiba datang dikehidupanku, memberiku harapan, lalu menghancurkannya" kata Baim
Kuhela napas panjang "tak ada niat dalam hati untuk balas dendam kepadamu. Ayah sudah tahu tentang hubungan kita, namun dia tidak akan pernah memberi restu, ibu juga begitu. Hingga aku melaksanakan sholat istikharah kamu tak ada dalam petunjuk yang Allah beri padaku" air mataku menetes "maaf, aku tidak bisa melanjutkan lagi, Baim" kataku.
Sebelum aku pergi meninggalkannya sendiri di cafe "semoga kamu mendapatkan wanita yang lebih baik daripada aku, Baim. Aku harap kamu bisa hadir dipernikahanku" ucapku
Baim menggenggam kuat lenganku "berikan aku kesempatan kedua" katanya
"Kesempatan kedua sudah kita coba, tetapi takdir Allah tidak merestui untuk kita bersatu dipelaminan, Baim" gumamku
Dia melepaskan lenganku "pergilah, semoga kamu bahagia dengan pernikahanmu" katanya
Akhir minggu di bulan Desember, dan dipenghujung tahun, pernikahanku dengan Rama dilaksanakan. Walaupun Baim tidak datang, dia menitipkan kado pernikahan kami kepada Sari. Malam setelah resepsi aku buka hadiah dari Baim, tiket liburan ke ubud Bali, dengan secarik surat. "5 tahun yang lalu kamu memberiku hadiah pernikahan tiket honeymoon ke Ubud Bali, tapi aku tak pernah menggunakan tiket itu. Maka, aku kembalikan tiket nya, selamat honeymoon Risa dan Rama" isi surat dari Baim.
"Kamu ingin ke ubud Bali" bisik Rama sembari memeluk tubuhku
"Dulu, aku pernah bercerita kepada Baim, aku ingin pergi ke Ubud Bali bersama pria yang kucintai" kataku
"Liburan tahun baru kita kesana ya" ajak Rama
"Aku mau.." seruku kegirangan
"Menggunakan tiket ini saja ya, hitung - hitung ngirit" kata Suamiku
Aku pun mengganggukkan kepala "iya.."
Tamat
ODOP Batch 7
"Okay.. di bangku sana ya" tunjuk ayah pada bangku taman yang masih kosong
Kami duduk berdua sambil melihat sinar mentari yang mulai keluar dari peraduan. Embun embun di daun pun berguguran ditanah, terkena pancaran sinar surya.
Cahaya matahari menelisik diantara ranting pohon, membuat kawananan burung saling berkicau merdu. Kupeluk tubuh tambun ayah dengan manja "Risa, kangen ayah" ucapku lirih
Ayah membelai rambut panjangku "tiap hari ketemu, masih kangen" kata ayah
"Sudah lama, aku tidak memeluk ayah, bermanja - manja pada ayah" kataku dengan manja
Ayah terkekeh "ayah juga merindukan saat seperti ini, nak. Sudah lama kamu tidak pulang kerumah, andai saja ayah melindungi lebih baik lagi, kejadian 5 tahun yang lalu pasti tak akan terjadi"
Kudekap ayah makin erat "maaf ayah.." ujarku lirih
Ayah mencium ujung kepalaku "bukan salah mu, nak. Baim bukan laki - laki yang baik. Sampai saat ini, ayah tak sudi menatapnya" kata ayah dengan dongkol
Kusandarkan kepala didada ayah, mendengar detak jantungnya, mencium aroma parfum yang begitu khas dari dulu, "ayah sangat membenci Baim, bagaimana aku menceritakan hubungan kami. Aku takut kesehatan ayah akan bermasalah lagi saat mendengar namanya kusebut" gumam hatiku
Ku hela napas panjang amat panjang "ayah, dua bulan ini aku menjalin cinta lagi dengan Baim. Bahkan saat inipun kami belum putus" kataku dengan lirih.
Dalam hatiku, tak henti - hentinya merapal doa agar amarahnya tak meluap - luap.
Lama kuamati raut wajahnya, diam mematung sembari menatap jauh kedepan tanpa berujar, membuatku kian was - was.
Ayah membelai punggungku dengan lembut "ayah sudah tahu hubunganmu dengan Baim" kata ayah
Kini, aku yang termenung, dalam benakku banyak pertanyaan yang menari - nari tanpa menemukan jawaban "dari mana ayah tahu, mengapa ayah diam saja..".
Ayah menghela napas panjang "saat ayah akan pergi menghadiri rapat, tanpa sengaja ayah melihat kalian berdua jalan bersama. Diam - diam ayah menyelidiki hubungan kalian. Kalau kamu meminta restu ayah, tidak akan pernah kuberi" ayah mengatakannya amat tegas
Ayah memegang kedua bahuku begitu kuat hingga terasa ngilu "Rama anak yang baik, ayah percaya padanya bukan tanpa alasan, nak. Ayah pun sudah sholat istikharah bersama ibumu, hasilnya baik. Untuk memastikan lagi agar hati kami lebih mantap, Ustadz Abdul pun kami mintai tolong untuk memberikan saran, dan hasilnya baik juga. Oleh karena itu, ayah yakin Rama laki - laki yang baik untukmu"
Mendengar nasehat ayah, buliran air mata menetes, kuhamburkan tubuh didekapan ayah.
Semenjak percakapanku dengan ayah tempo hari, hati ku kian yakin untuk memilih Rama sebagai suami. Pada saat kami bertemu beberapa hari yang lalu, aku pun menceritakan semuanya kepada Rama, tentang hubunganku dengan Baim. Dia, memintaku untuk sholat istikharah, aku pun sudah melakukannya, jawabannya Rama lebih baik daripada Baim. Setelah aku yakin dengan petunjuk dari Allah kutelpon dia, kukatakan kepadanya tentang mimpiku, dan dia pun menyambut dengan tawa bahagia yang bisa kudengar "mimpi kita sama, InsyaAllah berjodoh" katanya
"Aaaamiin... " seruku kegirangan lalu aku pun menanyakan tentang mimpinya
"Rama, boleh aku tahu tentang mimpimu. Please ceritakanlah.."
"Boleh. Dalam mimpiku, aku berdiri dipersimpangan jalan, termenung seperti bingung hendak kemana, kamu melambaikan tangan kepadaku sambil memakai kerudung hijau, aku berlari kearahmu, dan kamu mengajakku berjalan - jalan mengelilingi indahnya taman bunga, tiba - tiba..."
Kupotong perkataan Rama dengan versi mimpiku "tiba - tiba suara adzan berkumandang, dan kita sholat berjamaah" kami pun tertawa bersama. "Subhanallah, mimpi kami sungguh - sungguh sama" kata hatiku
Akhir minggu, pas nya hari Sabtu malam Minggu, aku ajak Baim bertemu disalah satu cafe biasanya kami bertemu, duduk di tepi jendela kaca merupakan tempat yang paling kusukai sebab menatap orang berlalu - lalang, sembari melihat gemerlapnya kota menambah suasana hati kian bahagia. Kulihat Baim memasuki cafe dengan sumringah, bersiul - siul sambil memainkan kunci, dia terkejut saat melihat mahkotaku terbungkus rapi oleh kerudung "sejak kapan kamu berkerudung" tanya Baim
"Satu minggu ini" jawabku
"Mengapa..?" Tanyanya lagi
"Seorang muslimah harus menutup aurat" jawabku
Entah mengapa suasana diantara kami menjadi canggung dan kaku, biasanya Baim sering bercerita tentang banyak hal, namun kali ini dia lebih banyak diam. Sayup - sayup alunan lagu Pamit dari Tulus kurasa sangat cocok untuk menggambarkan suasana hatiku "dulu di cafe ini, saat hatiku galau harus memilih antara Baim dan Rama, tembang yang dimainkan miliknya Terry harusnya kau pilih aku, sekarang aku sudah memilih, dan ingin mengakhiri hubunganku dengan Baim diiringi melodi pamit dari Tulus" batinku.
Saat berakhirnya langgam, kutatap Baim yang masih asik bermain dengan gawainya "ini untuk mu" kataku sembari menyerahkan kartu undangan
"Apa ini?" Tanya Baim penasaran
"Kartu undangan pernikahan" jawabku
Jari - jemari Baim bergetar saat membukanya "kamu balas dendam, tiba - tiba datang dikehidupanku, memberiku harapan, lalu menghancurkannya" kata Baim
Kuhela napas panjang "tak ada niat dalam hati untuk balas dendam kepadamu. Ayah sudah tahu tentang hubungan kita, namun dia tidak akan pernah memberi restu, ibu juga begitu. Hingga aku melaksanakan sholat istikharah kamu tak ada dalam petunjuk yang Allah beri padaku" air mataku menetes "maaf, aku tidak bisa melanjutkan lagi, Baim" kataku.
Sebelum aku pergi meninggalkannya sendiri di cafe "semoga kamu mendapatkan wanita yang lebih baik daripada aku, Baim. Aku harap kamu bisa hadir dipernikahanku" ucapku
Baim menggenggam kuat lenganku "berikan aku kesempatan kedua" katanya
"Kesempatan kedua sudah kita coba, tetapi takdir Allah tidak merestui untuk kita bersatu dipelaminan, Baim" gumamku
Dia melepaskan lenganku "pergilah, semoga kamu bahagia dengan pernikahanmu" katanya
Akhir minggu di bulan Desember, dan dipenghujung tahun, pernikahanku dengan Rama dilaksanakan. Walaupun Baim tidak datang, dia menitipkan kado pernikahan kami kepada Sari. Malam setelah resepsi aku buka hadiah dari Baim, tiket liburan ke ubud Bali, dengan secarik surat. "5 tahun yang lalu kamu memberiku hadiah pernikahan tiket honeymoon ke Ubud Bali, tapi aku tak pernah menggunakan tiket itu. Maka, aku kembalikan tiket nya, selamat honeymoon Risa dan Rama" isi surat dari Baim.
"Kamu ingin ke ubud Bali" bisik Rama sembari memeluk tubuhku
"Dulu, aku pernah bercerita kepada Baim, aku ingin pergi ke Ubud Bali bersama pria yang kucintai" kataku
"Liburan tahun baru kita kesana ya" ajak Rama
"Aku mau.." seruku kegirangan
"Menggunakan tiket ini saja ya, hitung - hitung ngirit" kata Suamiku
Aku pun mengganggukkan kepala "iya.."
Tamat
ODOP Batch 7
Magelang, 3112019, 15:06
Yeay. Happy ending. ,😍
BalasHapusAaahhh so sweet...semua yang diniatkan karena Allah, in syaa allah pasti dilancarkan
BalasHapus